Rabu, 07 Januari 2015

Membatasi Hati

Beberapa hari yang lalu, hati aku terasa begitu lelah. Lelah untuk mencoba mengerti bahwa aku harus terus mengerti keadaan kamu. Aku bertanya pada diriku, sebodoh inikah cinta? Setolol inikah sayang?Aku bertahan pada ranting yang semu, yang terlihat dapat menguatkan namun ternyata ranting itu sendiri rapuh.Aku menangis, menyadari betapa perih hati ini yang kau anggap salah. Rasa ini yang mungkin kau anggap tak wajar. Dalam hal mencintaimu saja, aku sudah salah. Tapi kamu yang mengajakku untuk begitu dalam tenggelam bersama lautan kasih dan sayang yang kamu beri dan kamu bagi. Aku mencoba membuat keadilan untuk hatiku, namun kamu hanya terdiam. Keadaan pun berbalik, kamu menganggap aku berlebihan. Iyah, aku mungkin terlalu berlebihan jika terus berharap pada kesemuan cintamu.Raga dan hati mulai bekerja sama untuk membuat keputusan, mendamaikan kesal dan cacian menjadi sebuah senyuman. Namun kamu sepertinya sudah terlampau lelah, sehingga kemudian lenyap. Mentari pagi, membuat semangatku kembali. Semangat untuk menyambut senyuman kamu yang memang selalu mampir.Mentari ini ternyata mampu mencairkan rasa kesal dan cacianku. Walau dengan begitu aku harus mengabaikan keadilan yang aku perjuangkan. Walau dengan begitu aku harus membatasi amarahku. Walau dengan begitu aku harus tidak bersikap adil dengan hatiku. Aku dan kamu pun kembali menjadi kita.Kali ini aku belajar hal yang baru untuk hatiku. Belajar membatasi amarah dan cacianku, meski memang itu menyakitkan sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar