Rabu, 05 November 2014

Be Quiet!


Masa kecil yg bahagia.. sempat aku merasakannya. Berbagi cerita, berbagi tawa, membuat kue bersama. Meski ketika balita aku bukan di asuh oleh kedua orgtua ku, tp kemudian aku merasa menjadi anak kecil yg paling bahagia. Setiap malam nenek mendongengkan sebuah cerita, tanpa malu memperagakan apa yg beliau ceritakan "si kancil yg cerdik" meski sering diulang, aku tetap suka :)

Kemudian, KAU hadirkan seorang adik kecil yg memang aku nantikan. Rasanya, aku semakin lengkap. Semua terkabul.
Waktu brjalan, menempatkanku pada keadaan baru. Keadaan yg membuat semua berubah, terbalik. Ini seperti mimpi buruk. Semua hancur, entah karena apa. Terlalu rumit untuk aku cari tau awalnya. Semua terjadi di depan mata. Bentakan itu, tamparan.. semua yg mengerikan, aku melihat sendiri. Iya, sendiri. Kakakku menuntut ilmu di pesantren, sedangkan adikku msh kecil. Aku brusaha menjadi seorang kakak dan anak yg baik dalam tekanan yg begitu dahsyat, untuk adikku. Sampai akhirnya, hari itu tiba. Adikku diambil. Masa sekolah yg tadinya membanggakan, berubah menjadi hancur. Sekolah dasar, teman-temanku banyak yang bertanya tentang apa yg sebenarnya terjadi "ga ada apa2, semua masihh sama. Semua baik-baik saja" jawabku.

Aku melemah, tenagaku terkuras. Aku marah dengan keadaan bahkan lebih parahnya aku marah padaMU. Tapi, kau memberiku kesempatan untuk melangkah saat aku benar-benar putus asa. Saat benar-benar ingin pergi dan menghilang dari dunia. KAU menghadirkanku kembali. Waktu terus berjalan, semua memburuk, ekonomi.. keluarga.. dan keadaan.

Rumah mungil ini tak seindah dulu, tak senyaman dulu. Rumah ini tetap gelap walau dengan lampu yang berkualitas. Rumah ini begitu dingin. Hanya ada hening dan suara isakan. Aku yang harus kuat untukmu, mah. Manusia memang selalu punya pilihan. Seperti saat ini, pilihan menjadi kuat atau lemah. Dan aku memilih berpura-pura kuat sampai aku lupa bahwa aku sedang berpura-pura. "Teh, kuatin mama.. peluk mama.. lebaran ini serasa sepi. Kita cuma berdua, kita harus menguatkan" mama berkata padaku, aku hanya diam sambil memeluknya.. "iya ma, kita harus bergantian menjadi penerang utk yg lain. Kita bisa" aku meyakinkan dalam hati. Hari ini kami berpelukan dalam tangis.
Semua berjalan begitu menyesakkan. Berjalan dengan rentetan yang tak pernah aku duga sebelumnya, dan aku harus kuat.

Jumat, 10 Oktober 2014

Bisakah aku kembali, seperti kamu?

Kamu masih sehangat yang dulu, bahkan lebih hangat. Kamu kembali, kembali menjadi kamu yang dulu aku kenal. Aku bahagia, kamu terus berusaha membuat aku kembali percaya bahwa kita bisa seperti dulu. Aku tersenyum, mencoba untuk bisa mengulangi semuanya dari awal. Mencoba bisa menjadi kita yang dulu bahagia tanpa jeda. Tapi aku selalu gagal, rasa lelah ini memang sudah memuncak sepertinya. Senyum dan tawa kamu seperti sudah hambar untukku. 
Semua sudah berubah, mungkin termasuk rasaku untukmu. Jangan.. jangan salahkan aku yang kini sulit untuk kembali membangun mimpi bersama kamu. Aku pernah mencoba, tapi aku tidak bisa. Sekarang, aku pun sedang mencoba membangun harapan kita. Sulit, ini amat terasa sulit. Aku mencoba tersenyum ke arahmu, tapi aku tak bisa menyembunyikan luka yang telah kamu buat begitu dalam. Mungkin bukan karena luka ini besar, tapi terlalu sering kamu kasih buat aku. Luka yang mengikis perlahan, luka yang hampir sembuh lalu kau torehkan lagi. Kau torehkan berulang-ulang, sehingga menembus hatiku yang paling dalam (tsaaah :D)

Aku tidak berkata bahwa kamu tidak pernah membuatku bahagia, bahkan kamu berhasil membuatku bahagia dan membuat ku bertahan sejauh hari-hari kemarin yang menjadi milik kita. Tapi kebahagiaan itu seolah semu ketika aku tahu semuanya. Tapi justru kebahagian itu yang berhasil membuatku terbang begitu tinggi untuk kemudian terhempas dengan kencang ke bumi, remuk.
Bagaimana mungkin kamu bisa membahagiakan dua orang dalam waktu yang bersamaan, mungkin beda selisih.. tapi itu terlalu sedikit jika aku bandingkan. Kamu memang baik, selalu ada.. bahkan mungkin kamu yang terbaik yang bisa aku andalkan. Kamu berhasil menciptakan mimpi-mimpi ku untuk menghabiskan sisa hidupku bersamamu.

Tapi sekarang??


Entahlah.. aku tidak bisa berjanji apa-apa terhadap apa yang sedang kamu perjuangkan. Aku masih sulit untuk kembali menerima. Aku ikhlas dengan luka ini, aku memaafkan semuanya. Tapi itu bukan berarti kita bisa bersama lagi dan menoreh cerita lagi kan?

kamu, bahagia yah :)

Pagi ini aku melihat kamu di ujung sana, kamu memperhatikanku?
Mungkin sudah lama, tapi aku baru menyadari dengan betul sekarang.
Kamu tahu? Sudah berapa kali aku ingin menyapa kamu lebih dulu.

“typing…” – delete.- “typing…” – delete!!!

Aku harus sadar diri, aku tidak boleh egois dengan perasaan ini. Aku takut mengganggu kamu pagi ini. Walau entah sebenarnya kamu menungguku untuk menyapamu atau tidak. Tapi, asal kamu aku sudah mencoba tapi aku takut sapaanku hanya mengganggu mood mu pagi ini.

Aku bingung harus mulai darimana tentang apa yang aku rasakan sekarang.
Rindu yang berbalas ini memang membuatku bahagia, tapi juga membuatku resah. Tidak munafik jika aku juga ingin kamu merindukanku, tapi sedih rasanya ketika tau kamu masih menyimpan sesak ketika mengingatku, ketika mengingat kita. Kenangan yang memang tidak begitu banyak, tapi mampu membuat kita bertahan sejauh ini.
Tuhan, aku yakin KAU tidak pernah berniat buruk terhadap hamba-MU termasuk dalam cerita ini. Aku juga tidak pernah keberatan dengan kerinduan yang sering KAU hadirkan pada seseorang yang tidak layak aku rindukan. Aku ikhlas, aku pun ikhlaskan kamu untuk menjadi milik orang lain karena-MU. KAU yang lebih tahu siapa yang akan membahagiakan kamu dan membahagiakan aku.

Mungkin kamu memang hanya akan indah dalam khayalku
Kamu akan indah ketika hanya aku miliki dalam mimpiku
Kamu akan indah ketika aku mengingatnya dalam diam.
Dan kamu, tidak perlu khawatir… bahkan ketika aku tidak lagi menulis tentangmu, tidak lagi bertanya kabarmu.. itu bukan berarti aku berhenti memikirkanmu, bukan berarti aku berhenti merindukanmu, bahkan bukan berarti aku berhenti menyayangimu.

Bahagialah, itu yang selalu aku harapkan. Harapan-harapan terbaik yang selalu aku tujukan padamu. Terkesan basi memang, tapi aku hanya menyuarakan apa yang ada dalam hatiku untukmu, tulus.
Tuhan, sampai kapan KAU jaga rasa ini untuknya? Aku tidak tahu, bahkan aku tidak mau tahu. Sejauh ini, rasa sayang ini tidak menyiksaku. Hanya saja aku takut, takut kamu yang tersiksa dengan perasaan ini. Aku menangis ketika mendengar kamu masih menyimpan rasa itu, aku bahagia tapi aku juga tidak rela jika kau harus terluka dengan perasaan ini. Aku takut perasaan ini terlalu menyesakkan batinmu, takut perasaan ini terlalu menyita waktu dan tenagamu. Lagi-lagi, aku hanya ingin kamu bahagia. Aku sayang kamu, entah sampai kapan. Aku bisa setiap saat merindukanmu, kemudian aku alihkan rasa rindu ini dengan hal-hal lain yang kadang berhasil tapi tak jarang juga gagal.

Tuhan, jaga dia untukku. Kuatkan dia dalam kelemahannya. Sehatkan dia. Bahagiakan dia, sematkan selalu senyuman untuknya. Meski aku berharap menjadi alasannya bahagia dan tersenyum, tapi itu sudah tidak mungkin. Maka, aku pasrahkan semua ini pada-MU

Sabtu, 04 Oktober 2014

Malam dan Kamu

Pergi keluar dalam keadaan malam memang terkadang membuatku malas, ada banyak hal yang membuat aku dengan mudah mengenangmu. Gelap adalah waktu yg lbh banyak aku habiskan utk bercanda tawa denganmu dalam suara, tanpa bertatap muka. Dan bintang, adalah cara kita memastikan bahwa kita berada dalam satu naungan langit yg sama. Walaupun mungkin dalam sudut yang berbeda.

Malam ini aku dapat dengan jelas mengingat itu semua walau sudah lama, aku merindukan semua itu. Merindukan canda kamu, tawa kamu dan cara kamu menyayangi aku. Kenapa aku baru menyadari semua kegilaan yg kamu lakukan hanya untuk aku? Hanya untuk memastikan bahwa kamu memang mencintai aku, iya hanya untuk aku. 
Maaf aku baru menyadarinya setelah kamu benar-benar tak mungkin kembali. Ada banyak hal yg kamu ajarkan.. tentang ketulusan, apa adanya, tentang hidup dan tentang cinta.

Ini cara aku mengenangmu, dengan malam.. dengan bintang.. bahkan dengan langit yg kosong, kamu ada. Kamu selalu ada, entah sampai kapan. 


Hey kamu, terimakasih ya.. terimakasih utk malam yg tak pernah kau lwtkan utk mendengarkan ocehanku. Terimakasih untuk ratusan malam yg kamu habiskan brsamaku, walau tak jarang kau tertidur karena memang sebenarnya kau butuh istirahat setelah seharian bekerja. Bahkan dalam keadaan sakit kau masih ingin melewatkannya bersamaku. Cara dan sikap kamu yg membuatku bertahan dengan kenangan ini, cuma kamu. 

Malam ini juga menyapaku tentang satu hal yg belum pernah atau bahkan tak pernah terjadi. Aku ingin bertemu kamu, sekali lagi. Iya, hanya sekali saja tidak lebih tapi tidak juga kurang. Aku ingin memastikan mata kita kembali menatap satu sama lain. Aku ingin mendengar secara langsung apa yang kamu rasakan dulu hingga detik ini. 

Aku ingin memastikan bahwa kisah kita memang pernah benar-benar ada. Bahwa memang hati kamu dan hati aku pernah benar2 saling jatuh dalam nuansa yg indah, yg mereka sebut cinta. 

Aku menyukai cara kamu menyayangi aku. 
Terimakasih pernah singgah, aku tahu.. di hati kamu selamanya akan ada aku, dan perlukah kamu aku yakinkan bahwa di hati ini selalu ada tempat untuk kamu?? Rasanya tidak, karena kamu bisa dengan jelas merasakan rasa ini.

Senin, 29 September 2014

Aku memilih memendam, sendirian

Malam ini, entah kenapa rasanya ingin berdiam diri di kamar saja. Mengasingkan diri dari keluarga kecilku yang sedang asyik menonton acara televisi. Aku menatap layar handphone, melihat social media dan juga blackberry messenger ku. Ah… dia jarang sekali update, padahal aku ingin tau apa yang sedang dia lakukan bahkan mungkin apa yang saat ini dia resahkan. Rindu, lebih sering muncul akhir-akhir ini. Entah kenapa aku memilih memendam ini sekian tahun, ya.. menahun rasa ini aku pendam sendiri. Aku mencoba berpura-pura tidak mempunyai sedikit pun rasa suka padanya. Banyak hal yang membuatku melalukan ini, salah satunya adalah aku hanya seorang wanita. Kamu pasti bilang, “udah ga jaman lagi cewe mendem perasaan. Ngomong ajah”. Tapi cinta emang ga semudah itu, atau mungkin memang aku sendiri yang mempersulit. Entahlah, aku hanya takut kalau ternyata rasa sayang ini benar-benar rasa sayang satu arah. Oleh karena itu, aku lebih baik memendam ini sendiri.

Terkadang rasa ini memuncak, seperti malam ini. Ingin sekali rasanya aku menghubungimu hanya untuk menyatakan “apa kabar?”. Padahal itu bukan hal yang aneh untuk seorang teman bertanya kabar bukan? Tapi entah kenapa itu begitu terdengar aneh dan sulit untukku. Gengsi kah? Mungkin saja..
Ahh… wanita, kenapa kamu memperumit dirimu sendiri?
Mencintaimu dalam diam, memang buat sesak dada. Menahan rindu yang begitu bertumpuk-tumpuk sejak bertahun lalu. Hello pria disana, apa memang kamu tidak bisa menangkap signal-signal kesukaanku terhadapmu? Atau kamu hanya berpura-pura tidak tahu?
Aku menunggu… menunggu kamu menyadari signal-ku dan kemudian menghampiriku untuk memastikan bahwa kau juga memiliki rasa yang sama. Atau, aku menunggu.. menunggu rasa ini lelah dan lenyap dengan sendirinya. Entahlah…
Malam ini aku hanya ingin sendiri dan bersama kamu, dalam mimpi…

Sabtu, 27 September 2014

GELAP

Aku tidak pernah menyangka sebelumnya, aku ada disini sekarang. Dititik ini, dititik dimana semua terasa seperti angka nol (0), kosong.. hampa… tak tau apa yang aku mau dan apa yang aku cari.
Mungkinkah karena aku terlalu lelah?
Mungkinkah karena aku terlalu percaya sebelumnya?
Entah apa yang sebenarnya menjadi alasanku menjadi seperti ini. Aku menjadi pecundang yang sudah takut terluka, yang sudah takut untuk dikecewakan. Yah, aku pecundang. Aku ingin jatuh cinta, merah merona saat mengingat seseorang yang aku cintai. Aku ingin merasakannya lagi. Tapi kamu tahu? Disisi lain aku terlalu takut jatuh, aku terlalu takut sakit lagi.
“How can I love, when am afraid to fall?” –thousand years

Gimana bisa aku jatuh cinta, kalau aku sendiri……
Tuhan, kaulah penggenggam hatiku. Kau yang tahu percis apa yang aku rasakan sekarang. Rasa lelah dan rasa sulit percaya lagi pada cinta. Terkadang aku bisa berkata, “jalani saja..”. tapi disaat yang lain, aku membutuhkan kepastian. Bukan hanya kepastian dari kisah ini, tapi dari diriku sendiri. Apakah ini cinta atau bukan? Aku takut melukai hati oranglain ketika aku sendiri belum bisa tegak lagi untuk berdiri. Bahkan untuk mengenali rasa sayang atau hanya sekedar butuh sandaran saja aku tidak tahu.
Apa memang rasa sakit ini terlalu dalam, atau mungkin rasa sakit ini terlalu sering mampir??
Aku sadar, bahwa waktu terus berjalan dan tak pernah menunggu siapapun. Apalagi menunggu seorang pecundang seperti aku. Aku mencoba bangkit dan meyakinkan bahwa aku bisa lagi mencintai, tapi aku tidak bisa berbohong bahwa aku belum yakin.

Entah kapan dan siapa yang akan meyakinkanku, bahwa cinta memang ada dan tak pernah lagi menyakiti. Ini soal waktu dan harapan yang baru….

Cinta tidak pernah egois

Iya, kamu. Kamu yang sempat menjadi anganku, yang aku harapkan bisa menjadi pelabuhan terakhirku. Walau saat itu, banyak orang yang menilai sebelah mata, dan meragukannya. Aku tetap yakin, kamu. Waktu terus berjalan, hingga aku dan kamu semakin dekat. Hingga aku dan kamu tak ada lagi jarak. Keadaan ini semakin meyakinkan aku, bahwa kamu adalah yang terakhir. Semua sikap dan sifat keras kepala kamu, selalu aku maafkan. Dan aku selalu menemukan alasan untuk tetap bertahan. 
Bukan hal yang jarang kamu meminta kita mengakhir segalanya ketika ego kamu sudah mulai di ubun-ubun. Aku menangis, dan aku mencoba meyakinkan bahwa hanya kamu yang aku mau. Tidak jarang kamu keras kepala, dan seperti yang orang bilang.. aku harus menyikapi dengan tenang. Perselisihan seperti ini memang sering, tapi selalu bisa diselesaikan walau dengan drama yang bercucuran air mata. Aku bertahan, iyah aku. Sampai akhirnya aku sadar satu hal, kenapa harus selalu aku yang bertahan dan berjuang? Iya, kenapa?
Kenapa saat aku mencoba pergi, kamu hanya diam? Ternyata cinta yang kamu punya tak seindah ucapan dan janji kamu, atau bahkan lagu yang sering kamu mainkan untuk meyakinkan aku. Aku menyerah, aku menghentikan langkahku terhadapmu.
Aku mengalah bukan berarti kamu bisa terus menjaga ego kamu. Aku mengalah bukan berarti kamu terus bisa melakukan apa yang kamu mau tanpa memikirkan aku. Aku diam dan bersabar bukan berarti kamu bisa menyakitiku dengan alasan rasa sayang. Bukan…

Maaf jika aku akhirnya memilih mengakhiri. Kamu terlalu sibuk dengan keegoisanmu. Cinta bukan hanya menerima apa adanya. Tapi juga mau belajar untuk melengkapi, untuk menjadi yang terbaik satu sama lain. Tidak seperti ini, kamu yang terus egois dan aku yang selalu mengalah. Dan parahnya sampai saat aku pergi pun, kamu tetap tidak menyadari ini atas kesalahanmu, kamu tetap mencari-cari kesalahan oranglain. Kamu tahu? Itu hanya menegakkan langkahku untuk melangkah ke depan, dan tidak akan pernah berbalik, tidak akan.