Iya, kamu. Kamu yang sempat menjadi anganku, yang aku
harapkan bisa menjadi pelabuhan terakhirku. Walau saat itu, banyak orang yang
menilai sebelah mata, dan meragukannya. Aku tetap yakin, kamu. Waktu terus
berjalan, hingga aku dan kamu semakin dekat. Hingga aku dan kamu tak ada lagi
jarak. Keadaan ini semakin meyakinkan aku, bahwa kamu adalah yang terakhir. Semua
sikap dan sifat keras kepala kamu, selalu aku maafkan. Dan aku selalu menemukan
alasan untuk tetap bertahan.
Bukan hal yang jarang kamu meminta kita mengakhir
segalanya ketika ego kamu sudah mulai di ubun-ubun. Aku menangis, dan aku
mencoba meyakinkan bahwa hanya kamu yang aku mau. Tidak jarang kamu keras
kepala, dan seperti yang orang bilang.. aku harus menyikapi dengan tenang. Perselisihan
seperti ini memang sering, tapi selalu bisa diselesaikan walau dengan drama
yang bercucuran air mata. Aku bertahan, iyah aku. Sampai akhirnya aku sadar
satu hal, kenapa harus selalu aku yang bertahan dan berjuang? Iya, kenapa?
Kenapa saat aku mencoba pergi, kamu hanya diam? Ternyata cinta
yang kamu punya tak seindah ucapan dan janji kamu, atau bahkan lagu yang sering
kamu mainkan untuk meyakinkan aku. Aku menyerah, aku menghentikan langkahku
terhadapmu.
Aku mengalah bukan berarti kamu bisa terus menjaga ego kamu.
Aku mengalah bukan berarti kamu terus bisa melakukan apa yang kamu mau tanpa
memikirkan aku. Aku diam dan bersabar bukan berarti kamu bisa menyakitiku
dengan alasan rasa sayang. Bukan…
Maaf jika aku akhirnya memilih mengakhiri. Kamu terlalu
sibuk dengan keegoisanmu. Cinta bukan hanya menerima apa adanya. Tapi juga mau
belajar untuk melengkapi, untuk menjadi yang terbaik satu sama lain. Tidak seperti
ini, kamu yang terus egois dan aku yang selalu mengalah. Dan parahnya sampai
saat aku pergi pun, kamu tetap tidak menyadari ini atas kesalahanmu, kamu tetap
mencari-cari kesalahan oranglain. Kamu tahu? Itu hanya menegakkan langkahku
untuk melangkah ke depan, dan tidak akan pernah berbalik, tidak akan.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar