Senin, 28 September 2015

Untitled

Nyonya, bisakah kau sedikit saja belajar menghargai oranglain?
Bisakah kau sedikit saja belajar mengerti perasaan oranglain?
Aku mencoba mengerti tentang takdirmu yang tiba tiba saja datang dan merampas semuanya.
Aku mencoba belajar menghargai semua kejadian yang menyisakanku seorang diri.
Lalu bisakah kau mencoba mengerti tentang takdirku?
Bisakah kau membayangkan rasanya jadi aku?
Yang baru saja kehilangan orang yang selama ini aku perjuangkan?
Yang baru saja kehilangan orang yang selama ini aku sebut namanya dalam doa?
Bisakah?

Atau setidaknya sedikit saja menghargai pertemanan aku dengannya, bisakah nyonya?

Selasa, 22 September 2015

how i call this feeling?

Aku masih mengingat malam yang menjadikan kita ada. Kamu yang datang dengan tiba-tiba, setelah sebelumnya berkali-kali aku mengabaikan senyumanmu di ujung lelahku.

Aku masih mengingat malam yang berbalut khawatir ketika kamu tak kunjung memberiku kabar. Iya, aku khawatir.. tapi entah apa dan kenapa kamu masih bisa tertidur lelap tanpa memberi kabar untukku. Sakit memang, tapi tahu bahwa kamu baik-baik saja..  itu cukup untuk membuat ku kembali tersenyum.

Aku masih mengingat hari yang berbalut cemburu ketika kamu membagi genggaman tanganmu dengan dia yang lain. Aku selalu berharap menjadi satu-satunya yang kamu rindukan, satu-satunya yang kamu inginkan hadir dalam mimpi, satu-satunya tempat kamu berbagi lelah. Aku, selalu, berharap.

Aku masih mengingat hari-hari yang berbalut perjuangan agar aku bisa melihat bahagiamu ketika mengenakan toga. Perjuangan ini sederhana.. sesederhana aku menemanimu mendaftar ini dan itu, sesederhana aku mengabaikan lelahku agar revisi mu cepat selesai. Aku menyederhanakannya demi kamu dan masa depanmu.

Aku masih mengingat hari hari yang berbalut kebahagiaan ketika tawa dan canda itu kita bagi bersama. Setelah semua cemburu dan khawatir yang kamu abaikan, aku masih menunggumu memelukku seorang diri. Ungkapan sayangmu padaku yang selalu membuatku kembali berdiri dan tegar untuk kembali menyayangimu.



Aku tidak pernah mengerti, mengapa aku mau dan bisa berbagi kali ini. Bahkan ketika semuanya begitu saja kamu enyapkan, seketika kamu abaikan. Seperti semuanya tidak pernah ada, seperti semuanya hanya sebuah perjalanan yang tidak berharga.
Kamu tau? Aku pernah sebegitu lelahnya mengejarmu, sebegitu lelahnya bertahan dalam ketidakpastian. Tapi hatiku bergumam, “Bukankah bahagia dia yang terpenting?”. Kemudian aku kembali mengurungkan hatiku untuk pergi dan menjauh. Aku ingin selalu melihatmu, meski bukan dengan cara menua bersama.

Terimakasih telah mampir dalam kehidupan wanita yang begitu jauh dari kata sempurna ini. Terimakasih telah memilih aku sebagai tempat persinggahan sementara diantara pilihan persinggahan lainnya. Terimakasih untuk waktu sekejap matanya, terimakasih untuk setiap gelak tawa yang kita bagi bersama. 

Meskipun pada akhirnya, kamu pun harus tiba-tiba pergi dan mengakhiri kita. Meskipun pada akhirnya aku harus merelakan rasa khawatir ku menjadi milik oranglain. Meskipun pada akhirnya aku bukan hanya merelakan genggamanmu, bahkan lebih dari itu bersama dia yang lain. 
Meskipun pada akhirnya aku harus melihat senyumanmu dengan toga kebanggaanmu hanya melalui sebuah potret sederhana. Meskipun bukan tanganku yang kau genggam ketika bahagia itu menjadi nyata. Meskipun bukan keningku yang kamu kecup setelah mengucap janji setia. Meskipun pada akhirnya aku harus melihatmu tersenyum seolah melupakan bagaimana sakitku, dengan dia yang lain. Meskipun pada akhirnya aku harus merelakan ada tangan lain yang dapat merangkulmu kapan saja dia mau. Meskipun pada akhirnya, kisah kita hanya menjadi sebuah cerita yang tersimpan, aku tetap mengucap syukur pernah menjadi bagian dari perjalanan cintamu.